Era Globalisasi saat ini membuka peluang besar bagi media massa untuk memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat akan informasi yang cepat, tepat dan akurat. Media massa pun memanfaatkan fungsinya sebagai saluran penyampaian informasi. Dari berbagai jenis media massa, media penyiaran yang terdiri dari Televisi dan Radio masih menjadi media massa yang cukup efektif dalam membantu penyampaian informasi khususnya berkaitan dengan fakta/realitas sosial yang ada. Tidak hanya itu, berbagai program siaran pun ditawarkan oleh setiap Lembaga Penyiaran, mulai dari berita, hiburan, olahraga hingga berkaitan dengan gaya hidup seseorang. Beragamnya program siaran ini dibuat dalam rangka menarik minat masyarakat untuk mau mengkonsumsi program siaran yang telah diproduksi, hal ini tentu sangat berpengaruh bagi pendapatan media penyiaran tersebut. Praktik ini sejalan dengan peran Media Penyiaran dalam sektor ekonomi yang akan terus meningkat bersamaan dengan meningkatnya pertumbuhan industri media, diversifikasi media massa dan konsolidasi kekuatan media di masyarakat. Polarisasi pun timbul akibat dari pesatnya pertumbuhan industri media. Hal ini tentu mempengaruhi pola relasi/hubungan antara media dan masyarakat. Model relasi yang kemudian timbul adalah model relasi mutual dependensi dimana media membutuhkan masyarakat sebagai sumber berita, sementara masyarakat memerlukan media sebagai referensinya.
Namun, permasalahan kemudian timbul akibat dari persaingan dalam industrialisasi masing-masing lembaga penyiaran yang terkadang mengabaikan norma dan etika dalam penyiaran. Relasi media dan masyarakat kemudian tergambar oleh McQuil dalam modelnya yang menjelaskan betapa banyaknya kepentingan yang berada di sekeliling media yang bisa saja menentukan atau bahkan mempengaruhi mekanismen operasional dalam menjalankan fungsi dan tujuannya. Benturan-benturan akan sangat mungkin terjadi, menandakan bahwa dalam hubungan tersebut terdapat dinamika yang akan membentuk proses “tawar-menawar”. Dalam hal ini lah, KPI di Tingkat Pusat serta KPID di Tingkat Daerah menjadi Lembaga Negara Indepent yang bertugas membantu serta menciptakan iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran serta mengawasi konten siaran yang di produksi oleh Lembaga Penyiaran. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tanpa dikontrol serta diawasi, media penyiaran bisa saja melenceng dari ekspektasi yang diinginkan. Denis McQuail mengungkapkan bahwa Media Penyiaran memiliki sifat dan karakteristik yang mampu menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas (universality of reach), bersifat publik dan mampu memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di konten siaran. Karakteristik media tersebut memberikan konsekuensi bagi kehidupan masyarakat kontemporer dewasa ini. Selain itu, Teori Norma Budaya (Cultural Norms Theory) dari Melvin DeFleur juga menjelaskan bahwa media berpotensi untuk menanamkan nilai-nilai tertentu tanpa disadari oleh konsumennya (public), sehingga lambat laun nilai tersebut akan menjadi budaya yang diterima menjadi hal yang umum oleh masyarakat. Oleh karena itu, Media Penyiaran telah menjadi acuan untuk menentukan definisi-definisi terhadap suatu perkara serta memberikan gambaran atas realitas sosial.
Berkaitan dengan hal tersebut, Mengawasi Media Penyiaran tidak cukup dengan cara-cara parsial, dimana setiap komponen masyarakat mengedepankan indiviadualisme tanpa ada koordinasi yang baik antar mereka. Oleh karenanya, KPID sebagai lembaga negara indepent pengawas penyiaran di tingkat daerah dianggap perlu untuk berkolaborasi serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam membangun tradisi pengawasan yang baik dan kontributif. Literasi Siaran Sehat perlu gencar dilakukan agar masyarakat mampu bersikap kritis terhadap konten siaran yang dikonsumsi. Literasi Siaran Sehat diharapkan mampu memberikan wawasan, pengetahuan serta kemampuan kepada masyarakat mengenai konten siaran. Melalui Program Literasi, masyarakat dididik agar mampu menilai, mengkritisi serta ikut andil dalam mengontrol konten siaran. Selain itu, Literasi Siaran Sehat diperlukan agar masyarakat sebagai penikmat konten siaran memiliki otoritas untuk secara aktif memilih dan memilah konten siaran, sehingga apabila terdapat sajian tayangan yang kurang baik, maka masyarakat bisa menolak serta secara aktif melaporkan kepada KPID atas pelanggaran yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran berdasarkan bukti yang diberikan. Terkhusus masyarakat Kalimantan Barat, bisa secara langsung melaporkan kepada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalimantan Barat melalui website ataupun media sosial yang dimiliki oleh KPID Prov. KALBAR. Secara umum, isi laporan memuat tentang 1. Nama Pelapor; 2. Nama Program Acara; 3. Nama Stasiun TV/Radio; 4. Jam dan Tanggal Acara; 5. Isi Aduan serta 6. Bukti Foto atau Video. Penguatan peran serta masyarakat tersebut diatur dalam UU No 32 tahun 2002, Bab VI Pasal 52 yang mengatakan bahwa: 1. Setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelengaraan penyiaran nasional; 2. Organisasi Nirlaba, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi dan Kalangan Pendidikan, dapat mengembangkan kegiatan Literasi dan atau pemantauan Lembaga Penyiaran; 3. Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap program dan atau isi siaran yang merugikan.
Diterbitkan di
suarapemredkalbar.com,
Selasa 21 Maret 2023)
Selanjutnya, Elizabet Thoman kemudian mengungkapkan setidaknya ada 3 (tiga) fase menuju tercapainya kemampuan kritis bermedia, yaitu
1. Mampu mengatur jumlah waktu yang dihabiskan dalam mengakses media serta mampu membuat pilihan media yang akan diakses;
2. Menumbuhkan rasa ingin tau kaitannya tentang kepentingan sebuah tontonan/tayangan di produksi, seperti kepentingan politik, sosial atau lainnya; serta
3. Kemampuan mengidentifikasi tujuan memproduksi tayangan serta pihak mana yang diuntungkan atau dirugikan akibat tayangan yang diproduksi. Hal ini dimaksudkan karena Literasi Media tidak hanya membantu masyarakat mempelajari konten tayangan, tetapi juga mempelajari kemungkinan apa saja yang mungkin timbul akibat kekuatan media. Oleh karena itu, perlu diketahui bahwa Pengawasan Isi Siaran adalah Hak, Kewajiban dan Tanggungjawab bersama baik pemerintah maupun seluruh lapisan masyarakat serta merupakan amanah Pasal 52, Undang Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang bertujuan untuk mendorong Lembaga Penyiaran untuk mentaati aturan tentang Penyiaran yang tertuang dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), agar menghasilkan Program Siaran yang berkualitas dan membawa manfaat bagi publik.
0 Comments:
Post a Comment